Formulir Kontak

 

Setiap yang kucintai adalah pertemuan
Ia ajarkan bagaimana rasa menyatu di kemudian
Dalam rentang yang berjalan
Terkadang tak bisa tersadari apakah masih menginginkan atau sudah ingin tinggalkan

Setiap pertemuan adalah kekhawatiran
Sepanjang apakah jalan kita di perputaran waktu
Apa kau pernah bertanya?
Terkadang aku tak menampakkan
Tetapi aku merasakan

Ada jarak yang ternyata dekat, di wajah kita ada mata, mulut dan hati
Ketiganya selalu menuturkan prasangka yang tak terduga
Mengenai seberapa lama kah saling lihat, sapa, dan bercengkramanya hati kita

Terkadang aku senang menyalahkan waktu, menyalahkan tempat
Padahal tanpa keduanya takkan ada rasa kehadiran dan menghargai setiap pertemuan yang pernah terlahir
Terima kasih waktu, terima kasih tempat
Kau selalu menjadi alasan kenapa aku menduga bahwa aku dan mereka tak pernah selalu bersama

Jakarta, 26 Januari 2018

Total comment

Author

Triana Irsyad

Apakah tempat bisa memastikan kesuksesan sesorang?
Hingga sekarang aku masih saja galau mengenai tempat yang akan aku tinggali dalam waktu lama. Apakah Padang dan sekitarnya, atau Jabodetabek? Belahan Indonesia yang mana?
Apakah tempat bisa menentukan kesempatan yang kita dapatkan ?
Lebih besar mana kesempatan di Padang atau di Jakarta?
Sepengetahuanku, Jakarta dan sekitarnya memberikan kesempatan lebih. Aku bisa menemukan otang-orang yang aku butuhkan di sini, untuk menjadi sahabat, kawan dan relasi, bahkan juga seorang guru.
Apakah tempat bisa menentukan akan kayakah seseorang atau tidak?
Seperti teori berbanding lurus, jika kesempatan yang didapatkan lebih besar insyaAllah upaya untuk meningkatkan perekonomian juga akan terealisasi.
Apakah tempat bisa menentukan keluasan wawasan seseorang?
Bisa jadi. Di Jakarta ini akses transportasi sangat mendukung. Kita akan bisa sampai ke tempat yang dituju tanpa mesti memiliki kendaraan pribadi. Ada banyak tempat penunjang untuk meningkatkan wawasan kita. Jika di Padang mungkin juga ada, tapi bisa dikatakan sedikit. Lebih banyak sarana untuk menghibur diri. Namun seiring perkembangnya zaman, sebenarnya dengan internet kita bisa pergi kemana saja yang kita suka. Tapi apakah ketidaknyataan lebih menggembirakan daripada sebaliknya?

Baik, kenapa muncul pertanyaan seperti ini?
Berawal dari kekhawatiran orangtua. Khawatir, apakah anaknya kelak akan mendapatkan fasilitas yang baik? Minimal seperti apa yang pernah mereka berikan. Apakah anaknya bisa terjamin perekonomiannya? Apakah anaknya bisa beradaptasi dengan lingkungan yang sangat beragam? Apakah anaknya mampu berkompetisi dengan yang lain? Apakah anaknya bisa makan? Apakah anaknya bisa berhasil?

Dipikiran orangtuaku yang aku tangkap dari nasehat mereka adalah, lebih baik di kampung halaman, jikapun tidak bekerja nanti akan ada cadangan yang bisa digunakan untuk makan. Akan ada yang bisa dikelola (sawah keluarga misalnya).
Aku sangat menghargai pemikiran mereka. Sekarang aku menilai dari sisi pandangku. Aku percaya, dimana pun berada, Tuhan selalu sama. Namun untuk kesempatan tentu akan berbeda.
Aku percaya, setiap anak memiliki kemampuan terbaik dari dalam diri mereka. Dia mampu beradaptasi dan berkompetisi.
Aku menggambarkan diriku seperti air.
Aku memposisikan kampung halamanku adalah gelas, sedang sungai adalah adalah jakarta dan sekitarnya.
Jika air berada dalam gelas terlalu lama maka ia akan berlumut. Namun jika air itu bergerak melakukan perjalanan di sepanjang sungai, maka ia takkan berlumut. Hal ini analogi dari bentuk diri kita. Jika bergerak, akan banyak yang terlewati, tantangan dan pelajaran berharga, namun jika tidak mendapat tantangan, pikiran kita tidak terpancing untuk menjadi kreatif, dan lama-lama akan kaku.
Di Jakarta hidup tidak semudah seperti kampung halaman. Kita tidak hanya dituntut untuk berpikir cerdas, tapi juga harus kreatif dan inovatif. Saingan kita sangat banyak. Yang berdiam di tempat akan tertinggal jauh. Sedang mereka yang terbaik akan mengerjakan apapun dengan sungguh-sungguh. Bukan karena faktor ingin mendapat penghargaan, tapi budayalah yang membentuk karakter kepribadian mereka seperti itu, dan secara tidak langsung akan membuat kita mendorong melakukan hal serupa agar tidak menjadi manusia yang biasa dan tertinggal. Sehingga akan menjadikan diri kita terbiasa mengasah kemampuan yang diberikan Tuhan untuk kita.
Kita dituntut untuk bertahan dalam kondisi apapun. Dan aku pernah mendapat motivasi, jika kita berada di keluarga kurang mapan, dan kita mencoba untuk keluar dari tempat itu ada dua kemungkinan:
1. Kita akan sukses
2. Jika gagal kembali ke keadaan kurang mapan.
Jika kita berada di keluarga yang cukup mapan maka ada dua kemungkinan juga
1. Kita bisa sukses melebihi kemapanan keluarga kita
2. Jika gagal kita bisa balik ke posisi aman kita.
Jadi karena merasa tertantang, aku mencoba keluar dari zona nyaman. Mudah-mudah dengan niat yang baik untuk membahagiakan dan membuat bangga orangtua, keluarga, dan sahabat, insyaAllah apa yang aku impikan segera menjadi kenyataan. Aamiin.
O ya, setiap orang berbeda persepsinya. Tulisan ini pendapatku pribadi berdasarkan pengalaman yang masih dangkal dan pengetahuan yang masih terbatas. Bisa jadi setahun, dua tahun, atau beberapa tahun kemudian persepsiku menjadi sebaliknya.
Untuk teman-teman, referensi bisa ditambah darimana pun. Selamat menempuh perjalanan masing-masing dan bermimpi besarlah!

Total comment

Author

Triana Irsyad