sumber foto: www.indonesia.travel |
Udara
pagi yang begitu dingin membuatku urung untuk bangkit dari tempat tidur
yang nyaman ini. Alarm sudah untuk yang
ketiga kalinya aku set ulang. Oh tidak, kenapa hari ini begitu dingin tidak
seperti biasanya.
“T.O,
bangun,,bangun” suara Suci membangunkanku, selimut yang tadi kupakai untuk
menutupi seluruh badan hingga muka perlahan terbuka dan lagi-lagi dingin itu
menusuk ke tulang-tulang.
O
iya, sekarang aku berada di Kota Bukittinggi, daerah perbukitan yang di kenal
dengan lambang Jam Gadang (jam besar) yang merupakan salah satu kota andalan di
Sumatra Barat. Aku langsung bangkit dan mengambil baju dinas yang tergantung.
Ini adalah hari pertamaku dinas dalam rangka Praktek Kerja Lapangan (PKL) di
Rumah Sakit Achmad Mochtar (RSAM) Bukittinggi.
“Ya Tuhan,
ternyata untuk mandi harus antrian,” gumamku. Dikarenakan kami berjumlah dua
belas orang di kosan ini. Setelah mengantri akhirnya giliranku. Aku yang tidak
terbiasa di daerah dingin begitu menggigil walaupun baju dinas putih-putih
telah melekat di badan sedari tadi. Saatnya berangkat.
“Teman-teman,
pin kampus sama papan nama gak lupa kan?” ujar Puja mengingatkan
“Sip,”
kami hampir menjawab serentak
Langkah
kecil kaki kami menuju ruang instalasi gizi RSAM, kami masih berdiri gak jelas
karena ibu yang menyambut kedatangan kami sedang upacara, kebetulan itu adalah
hari senen.
“Oke,
selamat datang sekarang kita ke ruang pertemuan untuk melaksanakan acara
penyambutan kalian oleh bagian SDM (Sumber Daya Manusia).” Salah seorang pihak
rumah sakit menuntun kami.
Di
ruang itu kami di bekali informasi tentang segala yang berkaitan dengan Rumah
sakit baik itu fasilitas, ruangan rawat inap, dan struktur rumah sakit
tersebut. Setelah itu kami di suruh masuk ke ruang instalasi gizi. Disana kami
juga mendapatkan informasi lagi serta ilmu seperti halnya di kampus dan bahkan
ilmu yang belum pernah kami dapatkan sebelumnya, itu di berikan oleh instruktur
ruang instalsi gizi RSAM.
“Baiklah,
mungkin sampai disitu dulu materi kita, jadwal untuk kalian sudah di buatkan
jadi kalian dapat mulai ke ruang masing-masing dan sebelumnya kita akan datang
ke seluruh ruangan tempat kalian praktek nanti sebagai perkenalan awal.” ujar
instruktur yang di wakilkan oleh ibu Lina ketika itu. Kamipun menuju ruang-ruang
yang disebutkan, ada ruang penerimaan bahan, ruang penyimpanan, ruang
pertemuan, ruang pengolahan dan banyak lagi.
Jadi
mulai hari ini kami di hadapkan pada rutinitas baru. Mulai dari kosan, berjalan
kaki menuju rumah sakit, lalu ke ruang instalasi untuk menandatangani absen dan
ke ruang dimana kami ditempatkan. Selain di bagian instalasi gizi. Kami juga
menyebar di ruang bedah pria dan wanita, ruang jantung, ruang neurologi
(saraf), ruang anak, dan nasih ada beberapa ruang lain.
Selain
ikut berperan dalam distribusi makanan, aku dan teman-teman juga ikut dalam
penerimaan bahan makanan, mengatur diet* pasien dan melakukan konsultasi
terhadap pasien dan tentunya di bawah pengawasan ahli gizi.
“T.O,
udah dapat pasien yang komplikasi belum,” tanya Synthia yang masih bingung
mencari pasien yang nantinya diangkat
menjadi kasus kami.
“Udah,
di ruang Nuero lagi banyak pasien tuh. Coba deh pinjam buku rekam medis pasien
itu. Mana tau sesuai dengan kriteria tugas kita,” usulku
Synthiapun
bersama Suci dan Fanny langsung menuju
ruang neurologi. Aku yang di kelompokkan bersama Widya dan Yesi kembali ke
ruang pertemuan dan melakukan analisa diet untuk masing-masing pasien yang kami
anamnesa** tadi.
Akhirnya
dalam rentang waktu yang ditetapkan kami yang berjumlah dua belas orang dari Jurusan
Gizi Poltekkes Kemenkes Padang mendapatkan pasien sesuai kriteria yang ditentukan
oleh instruktur yaitu menangani pasien dengan adanya komplikasi.
Selama
tiga hari kami melakukan pengamatan terhadap perkembangan status gizi pasien
yang kami tangani. Benar-benar luar bisa, rata-rata pasien yang kami tangani
mengalami peningkatan statistik status gizi yang membaik. Karena pasien yang
kami tangani diambil dengan kriteria tertentu jadi beberapa pasien yang satu
ruangan dengan pasien yang kami tangani bertanya-tanya.
“Dek, kok cuma ibu itu aja yang di
kasih perhatian lebih. Padahal kami juga mau.” Ujar
salah seorang keluarga pasien.
Mendengar komentar ibu tadi, kamipun
dengan hati-hati menjelaskan kepada ibu bahwasannya kami dapat tugas dari
instruktur untuk mengatur diet satu orang pasien selama empat hari
berturut-turut mulai dari makan pagi hingga malam dan melihat penerimaan pasien
terhadap makanan rumah sakit seperti menimbang berapa makanan yang diberikan
serta berapa makanan yang disisakan oleh si pasien serta memberikan penyuluhan di akhir studi
kasus kami.
Kami
tetap melakukan anamnesa dan konsultasi diet kepada seluruh pasien ketika masuk
ruangan bersama ahli gizi ruangan tersebut namun tidak melakukan pengamatan
secara mendetail seperti halnya studi kasus kami. Setiap hari kami melihat
perkembangan status gizi pasien yang kami tangani dengan cara melakukan
penimbangan berat badan bila pasien tidak memungkinkan untuk berdiri kami
melakukan pengukuran lingkar lengan atau tinggi lutut si pasien.
Tiap
minggu adalah jatah libur buat kami dan kami gunakan kesempatan ini untuk jalan-jalan.
Kamipun memilih Benteng Fort de Kock sebagai tempat kunjungan pertama kami.
“Guys,
kita naik angkot aja ke sana, kalo jalan cukup jauh.” Usul puja yang sudah
akrab dengan kota ini. Kamipun menyetujui karena kami adalah orang baru disini.
Setelah
menelusuri halaman Benteng Fort de Kock kamipun
melanjutkan ke kebun binatang yang tidak jauh jaraknya dari situ. Lalu
perjalanan kami tutup di taman Jam gadang Bukittinggi. Setiap perjalanan tidak
lupa kami abadikan dalam bentuk foto. Setelah capek menelusuri jalanan panjang
kota Bukittinggi kami berhenti di kedai bakso yang cukup terkenal di kota ini,
kami menyebutnya ’bakso Yarsi’ karena berada di belakang kampus Yarsi. Perut
kenyang, pikiran tenang dan sedikt capek tapi tidak terasa karena disetiap
perjalanan selalu ada tawa dan canda.
*mengatur pola makan
**tanya-jawab seputar diet pasien/
kebiasaan makan