Formulir Kontak

 

Buku ke-2 Triana Irsyad, BUMI 7 SENTI



TelahTerbit! Buku kumpulan puisi ke-2 Tri Oktiana Irsyad
Judul: Bumi 7 Senti
Penulis: Tri Oktiana Irsyad
Penerbit : Soega Publishing
ISBN: 978-602-7896-73-4
Hal: xx + 91 hlm. ; 13 x 19 cm
Cetakan Pertama, Januari 2015



Pemesanan melalui sms : 082298539629
Atau  pin 2A43DCCF
Format sms: Judul buku-jumlah buku-nama lengkap-alamat lengkap-no.hp
HARGA: Rp 28.000 + ongkos kirim

Mau tau tentang buku Bumi 7 Senti? Yuk simak endorsement berikut....
Buku Kumpulan Puisi ‘Bumi 7 Senti’ berisi puluhan puisi  Tri Oktiana yang ditulis dari tahun 2013 hingga 2014. Beberapa puisi yang terhimpun dalam buku ini pernah dimuat di media cetak.

“Dari kelompok penyair terbaru, Tri Oktiana tergolong produktif. Buku ini kumpulannya kedua. Puisinya lancar, ungkapannya jernih, ekspresi rohaninya terasa. Studi keilmuannya gizi, bukan sastra. Pendobrakan dan produktivitasnya ini semoga berlanjut terus di masa depannya yang masih panjang.”
Taufiq Ismail, Penyair (Sastrawan senior Indonesia)

Puisi adalah pesan. Setiap pesan punya makna. Supaya makna pesan dapat dirasakan, di sinilah pilihan-pilihan kata-kata indah begitu menentukan. Bumi 7 Senti adalah kumpulan kata-kata indah yang sarat akan makna. Karya selalu berarti. Karya selalu memperkaya. Selamat untuk Tri Oktiana yang selalu mencoba menyampaikan pesan melalui kata-kata yang indah sebagai sebuah karya yang akan memperkaya jiwa pembaca.
Dr. Arif Satria, Dekan Fakultas Ekologi Manusia-IPB

“Sangat enak dan khas hingga penasaran ingin terus membaca. Itulah kesan saya setelah membaca kumpulan puisi karya Tri Oktiana Irsyad “BUMI 7 SENTI”. Membaca puisi-puisi di dalamnya membawa kita ke suasana batiniah saat puisi itu tercipta dan kita diajak ikut meresapi apa yang terjadi saat itu. Sesuai judulnya, isinya sangat bernuansa ekologis dan sarat sindiran dan kritik sosial. Kota Bogor dan suasana kehidupan kampus terlihat begitu menginspirasi terlahirnya puisi dalam buku ini. Dengan gaya bahasa yang khas, penulis mencoba mengajak pembaca untuk merasakan kegelisahan dan kepedulian terhadap kondisi bumi yang mungkin tinggal tujuh senti. Selamat menikmati.”
Prof. Dr. Ir. Ahmad Sulaeman, MS, Penikmat Puisi, Guru Besar Keamanan Pangan dan Gizi, Wakil Dekan Fakultas Ekologi Manusia-IPB

“Saya sangat mengapresiasi Tri Oktiana Irsyad, karena di tengah-tengah kesibukannya menuntut ilmu di IPB masih sempat menghasilkan puisi-puisi yang indah dan menyejukkan. Karyanya ini membuktikan bahwa penulis mempunyai minat tinggi terhadap kesusastraan khususnya puisi, yang memang harus dibangkitkan di kalangan generasi muda.”
Prof. Dr. Ir. Ali Khomsan, MS, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia-IPB

“Membaca guratan tangan Tri Oktiana dalam kumpulan puisi Bumi 7 Senti membuat kita merasa dekat sekali dengan isu-isu sosial yang bilamana tidak dipahami dan diatasi, lambat laun permasalahan itu akan semakin cepat menghancurkan dan menenggelamkan  bumi beserta isinya, termasuk kita semua. Ide yang bertemakan isu sosial dalam puisi ini merupakan cara Tri untuk mengajak kita agar peduli kepada isu sosial di sekitar kita sebagai bagian dari upaya menggapai "pembangunan berkelanjutan". Tri satu-satunya mahasiswi gizi IPB yang saya ketahui memiliki kecerdasan unik selain gizi, ia mampu menumpahkan imajinasinya melalui puisi dengan diksi-diksinya yang enak dibaca dan sangat menyentuh.”
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS, Dosen FEMA-IPB dan Ketua Umum PERGIZI PANGAN Indonesia

“Dalam kesibukan sebagai mahasiswa, penulis menambah ruang belajarnya melalui kumpulan Puisi yang tersusun dalam kata-kata kesehariannya dalam mengeksplor, meneriakkan kegundahannya dalam menghadapi dan mengangkat isu-isu sosial negeri ini dan manusia pada umumnya, semoga meningkatkan nasionalisme anak bangsa dan perbaikan akhlak generasi ini, Semangat!”
Prof. Dr. Drh. Rizal M Damanik M.Rep.Sc, Guru Besar Fakultas Ekologi Manusia-IPB.

"Ajarkanlah sastra pada anak-anak agar jiwa-jiwa mereka hidup"  begitulah nasihat salah seorang sahabat.  Buya Hamka jg pernah berkata  "sastra dibutuhkan untuk menghaluskan jiwa".  Oleh karena itu saya sangat bersyukur bahwa Tri dapat menyelesaikan buku yg berisi kumpulan puisinya. Buku ini tidak hanya berisi untaian kata-kata namun juga renungan jiwa.  Semoga karya ini bermanfaat dan menjadi sarana memperhalus jiwa generasi muda saat ini maupun generasi berikutnya.—dr.Naufal M. Nurdin, M.Si, Dosen Gizi Masyarakat FEMA IPB

“Dalam denyut nadi setiap manusia, ada puisi. Pada lambaian dedaun dan desau angin musim kemarau, membisiklah puisi. Di tengah kota yang hiruk-pikuk, gersang dan mengenaskan, puisi mengalir seenaknya di sana. Puisi adalah kehidupan kita. Makanya, bila ada seseorang yang menyebut kalau hidupnya kering, sering merasa jenuh, terasing dan tercampak dari komunitasnya, itu tak lain karena ia tak mampu meraih nuansa puitis dari dalam hidupnya sendiri. Biasanya, mereka yang mampu menyalurkan nuansa puitis dengan idiom-idiom yang ia miliki, nampak lebih romantis. Demikianlah halnya dengan seorang gadis, mahasiswa yang menulis berbagai genre sastra lainnya ini, Tri Oktiana Irsyad. Buku Puisi Bumi 7 Centi ini, secara keseluruhan memperlihatkan betapa penyairnya kerap disinggahi idiom-idiom puitis yang dimaksudkan, meski pun ia kuliah di bagian gizi, yang sama sekali tak menghiraukan diksi yang ambiguity. Namun rasa sensitivitasnya terhadap lingkungan, terutama masalah sosial dan rasa nasionalisnya tinggi.Tak banyak remaja seusia Tri Oktiana Irsyad, kelahiran Pariaman 1991 ini yang mampu menyelam ke dalam dunia intuisi yang memerlukan kepekaan atas sesama manusia. Bacalah sajak-sajak; Anak Kecil, Catatan TKW, Di Sini Aku Tidur, Derap dan sajak-sajak lain dalam kumpulan ini. Buku ini, patut dibaca dan diapresiasi. Selamat untuk Tri.”
Syarifuddin Arifin, Sastrawan dan wartawan, tinggal di Padang.

"Awal membaca judul buku Puisi Tri Oktiana saya sedikit kurang suka. Teringat sebuah judul film yang hampir mirip. Namun ketika saya membaca kedalaman puisi-puisi Tri, hati saya tersentuh. Rasa sedih, ketakutan, prihatin dan kesadaran akan keberadaan Allah membuat saya merenung.  Saya membayangkan bumi yang semakin lama semakin habis karena termakan usia. Atau mungkin karena kesalahan manusia? Adakah Indonesia sungguh-sungguh akan tenggelam bersama 6 wilayah lainnya? Tri pintar memainkan kata-kata. Simaklah Bumi 7 Senti. "Kita tinggal di rahimnya  yang 7 senti tersisa. Semakin padam dan siap tenggelam" Berbagai tafsir akan muncul dalam setiap puisinya. Kesadaran hidup di tengah hiruk-pikuk dunia seakan berkelindan . Inapkanlah dan kita patut memuji karya-karya Tri Oktiana yang telah bermain kata dengan manis. Selamat menikmati. Selamat juga buat Tri, semoga konsisten menulis puisi, karena jalan masih panjang.”
Sastri Bakry, Novelis, Penyair, Aktivis

“Saya membaca puisi Tri mulai dari awal dia mengirim puisi ke media khusus remaja hingga terbit dalam bentuk antologi. Ada perubahan besar dalam cara Tri berpuisi. Pada antologi Bumi 7 senti ini, Tri terlihat (terbaca) semakin dewasa. Tema puisi Tri semakin variatif, berani mengkritik keadaan di sekitar, dan menyampaikan pendapat melalui jalinan puisi yang indah serta penggunaan diksi yang menarik.
Oloan Parlindungan Lubis, Komikus dan cerpenis.


“Lewat kekayaan metafor alam, puisi-puisi yang ditulis Tri Oktiana dalam buku “Bumi 7 Senti” sangat memungkinkan kita lebih dekat dengan kehidupan, merenungkan kekacauan di luar sana.“
Dodi Prananda, Mahasiswa Ilmu Komunikasi UI, penulis buku Jendela (Elex Media, 2014) dan Rumah Lebah (Elex Media, 2014).

“Tri Oktiana berhasil memadankan apa-apa kegelisahan yang diamati, dilihat, didengar untuk kemudian mengejawantah ke dalam perenungan sukmanya. Sehingga tak ayal kita akan merasakan nuansa pemberontakan manakala ia mendapati suatu ketimpangan dan ketidakwajaran. Hal itu jelas tergambar dalam puisi-puisinya. Kepiawaian penyair muda Sumatera Barat ini dalam mengeksplorasi kata demi kata serta dibaluti dengan intuisi yang kuat, seakan-akan membangun ruang bagi setiap puisinya. Dan di dalam ruang itu hanya ada kita dan cermin yang merefleksikan seutuh wujud Bumi.”
Dafriansyah Putra, Penulis Cerbung Silat Singgalang Minggu “Tangan-tangan Alam”


"Puisi yang syahdu, dengan kata-kata yang begitu merdu, mengingatkan akan alam dan segala sesuatu Ciptaan-Nya. Tri, berhasil membuat puisi yang syarat akan ekologi dan kehidupan sehari-hari, membuat pembacanya tidak sabar membaca puisi-puisinya sampai habis." 
Valentina Sokoastri, Founder Sanggar Juara Foundation








Total comment

Author

Triana Irsyad

0   komentar

Posting Komentar

Cancel Reply