Siang itu kaki kecilku melangkah tanpa beban, di taman
yang begitu hidup dengan suasana bunga yang tumbuh mekar aku mendekati Steefan
yang sedang hanyut dalam alunan musik dari earphone-nya.
Dengan tangan yang berisi dua batang milk
chocolate aku diam-diam mengarahkan satu ke sisi kanan Steefan. Dia melongo
dan tersenyum melihat kedatanganku.
“Regy, kebetulan banget! Aku lagi
pengen chocolate.”
“Jadi kamu senang dengan kedatangan chocolate doang? Sama aku gak?” sindirku
halus.
“Seperti chocolate, mampu
membuat kita merasa nyaman maka kehadiran kamu dalam hidupku membuat aku
menjadi nyaman,” ucapnya halus.
Setelah pertemuan di taman kemarin,
ini adalah pertemuanku yang ke-186. Aku selalu mengingat kali pertemuan dengannya.
Entah dia menyadari atau tidak, tapi aku selalu mencatatnya dalam kalender mini
yang terselip dalam dompetku. Tapi semua catatan itu bagai kertas yang hangus
terbakar ketika aku melihatnya membawa seorang cewek ke sebuah minimarket,
begitu akrab dan sangat dekat. Aku menangis dalam hati. Mungkin akan mudah
memaafkan jika Steefan lupa dengan ulang tahunku hari ini. Tapi akan sulit aku memaafkan bila Steefan jalan dengan cewek
lain.
Kucoba mengamati lebih dekat, dengan
wajah berseri Steefan menggandeng tangan cewek disampingnya yang menenteng
kantong belanjaan yang samar-samar seperti batangan chocolate. Steefan ternyata menyadari kehadiranku. Ia mencoba
mengejarku dan aku lari secepatnya, bersembunyi dengan air mata yang tak
tertahankan.
Aku duduk di taman yang menjadi
saksi pertemuan kita ke-185 dan membenamkan wajah di kedua tangan, menumpahkan
rasa sesak dalam sebentuk air mata.
“Menangis itu adalah satu cara yang sehat untuk melepaskan
segala penat di dada,” ucapnya dekat.
Aku mengangkat wajah. Senyuman tulus
yang selalu menghiasi bibirnya. Tak tau apa maksud dari kedatangannya. Aku
mengelap airmata yang sudah terlanjur jatuh dan membisu.
“Aku minta maaf. Aku gak bermaksud
bikin kamu sedih, ” ia berucap. Tapi aku belum berani membalas ucapannya. Aku
hanya memandang lurus ke taman yang dulu pernah menjadi tempat penuh semburat
senyuman.
“Please, hanya kamu yang ada di hati
aku manis, always!” ucapnya lagi
Aku mengangkat wajah ke arahnya
sekali lagi dan dia memberikan sesuatu yang membuatku tersentuh. Tulisan Happy Birthday yang terdiri dari perpaduan
beberapa batang chocolate dan bunga-bunga
plastik berwarna merah jambu tersusun pada sebuah frame berbentuk persegi.
Tangisan yang masih tersisa menjadi terlihat aneh dengan senyuman yang muncul
di bibirku.
“Kamu tampak lebih cantik dengan
senyuman itu,” pujinya
“Jadi ini semua buat aku? Chocolate, yang kamu beli tadi—“
“Sengaja aku susun buat kamu,” ia
menunjuk frame chocolate yang diulurkan di hadapanku. Aku merasa bersalah
karena menuduhnya barusan. Aku menerima frame
chocolate yang sudah ia siapkan di hari ulangtahunku.
“I love you, manis. Tepat di hari
ulangtahun kamu, ini adalah pertemuan kita yang ke-186 kalinya saat kamu hadir
dalam hidup aku,” ia berkata lembut.
Aku menatapnya lekat-lekat, seolah dia membaca kebingungan
yang ada di pikiranku. Ia berkata lagi,” Aku selalu meghitung tiap kali
pertemuan kita,” setelah mengucapkannya ia memelukku erat.
“Aku gak mau kehilangan kamu,” bisikku.
“Aku apalagi Gy. Seperti
chocolate, mampu membuat
kita merasa nyaman maka kehadiran kamu dalam hidupku membuat aku menjadi nyaman..” Bisik Steefan tulus.
Kecemburuanku yang berlebihan adalah
sebuah kesalahan. Steefan membuat kejutan dengan meminta tolong kepada
sepupunya agar membantunya membuat tulisan yang barusan ia berikan kepadaku.