di sepertiga malam aku
mengenang semangatmu yang berkobar
meskipun lorong-lorong
ujian memelukmu lekat-lekat
iman adalah senjata yang
tiada henti kau pelihara, kau merdeka di hati kami.
aku senantiasa
menyayangimu dengan doa.
di depan alqur’an aku
menangis mengingat perjalananmu
cintaku akan selalu
untukmu karena Allah SWT
kukirim doa ke
Palestina, juga harapan akan berakhirnya perang itu.
Dunia dan aku tidak akan
pernah berhenti melihat semangatmu yang
bersinar.
Sudah bertahun-tahun kau
mengalami perubahan dalam hidupmu.
Aku ingin kembali ke
Palestina, menemanimu dalam pelukan dan tangisan,
meski aku tak yakin akan
bisa setegar dirimu dan keluarga dalam menuju Palestina merdeka.
Aku akan selalu berzikir
pada Tuhan, dan mengundang para
malaikat untuk menambah kebahagiaanmu disana.
Bertahun-tahun aku
menanti kabarmu dari Palestina,
namun tidak lagi
kudapatkan surat kaleng yang biasa kau kirimkan untukku.
Kutuliskan sepucuk surat
cinta yang berisi romansa lama ketika aku mendatangi kediamanmu di Palestina.
Hatiku mulai menggigil
tak menentu, apa aku tidak bisa lagi mendengarkan senandungmu
membaca ayat-ayat suci nan indah?
Seminggu setelah itu,
aku mendapatkan telepon dari adikmu, Mustafa.
Ia menyampaikan berita
tentang senyumanmu ketika menghadapkan
wajah kepada sang Pencipta.
hari itu telah datang
padamu, dan nanti juga pasti datang padaku
Kau hadir di Indonesia
untuk mengecup kening dan memelukku untuk terakhir kali, dalam mimpiku yang sunyi. Dan kini bunga itu telah
layu.
Senandung doa-doa selalu
aku dendangkan, untuk menemani dalam tidur panjangmu. Di Palestina.
Padang, 23 Oktober 2015