Formulir Kontak

 

Cerpen; Rumah Ajaib Panggung Aksara



Pernahkah kamu bermimpi tentang rumah yang hidup? Di dalamnya semua hidup botol-botol, gelas, bunga, kursi, semuanya bisa berbicara, bisa mendengar, bisa melihat— seperti kita juga kawan, dia juga punya perasaan. Tapi, bukan semuanya hidup, ada beberapa yang tidak bergerak, kaku seperti halnya benda-benda di rumahmu. Jendela adalah matanya, pintu adalah mulutnya. Bagaimana dengan hidung dan telinga? Apa dia juga punya? Bagaimana jika itu benar-benar ada dan sudah kita anggap hal biasa? Maaf, bukan kita, maksudku  bagiku.
Mungkin saja, aku baru menemukan rumah ajaib itu, Kawan. Apa kau percaya? Oh tidak, jangan kau anggap aku pendusta. Aku hanya berkata hal nyata, Kawan. Kalau kau ragu, ayo ikut denganku. Apa? Kau anggap aku gila? Kau akan menyesal telah berkata itu padaku.
Ayo, ikuti langkahku. Kita mulai perjalanan dari sini. Ranting-ranting yang sudah lapuk ini akan menjadi saksi perjalanan kita ke sana, tolong jangan diinjak. Ketika kita kembali dia bisa menjadi saksi untuk kedua kalinya bahwa aku bukan pendusta.
Angin sedikit hebat di sini, dedaunan beterbangan dan pasir-pasir bersayap akan menyerang mata kita. Jangan takut, hanya butuh sedikit berhati-hati. Tinggal lima langkah lagi. Oh, maaf kawan, lima langkah berarti sama dengan dua setengah hari, itu berarti satu langkah sama dengan setengah hari —12 jam.
            Akhirnya kita sampai. Jangan sentuh!
“Bruuuukkkk”
Oh tidak, aku terlambat memperingatkanmu. Dulu kali pertama ke sini tubuhku pun terlempar sepertimu. Lihat! matanya terbuka, ayo lambaikan tanganmu. Ayolah kawan, kenapa kau mundur? Dia baik. Nah, dia terbangun. Sesaat lagi lidahnya menjulur dan kita akan tertelan ke dalamnya. Kita akan bermain dan bersenang-senang jauh dari yang pernah kau bayangkan.
“Oooooooooooowwww…….” teriakan kita dahsyat Kawan.
Lihat, lihat! Kita sudah di perut rumah ini. Nah, inilah yang ingin aku lihatkan kepadamu. Semuanya hidup, kursi-kursi, meja, tirai, asbak, bunga hias, semuanya sedang menari. Tarian ini dinamakan tarian skeltro, kawan. Istilahnya cukup aneh bukan? Bahkan lukisan di dinding juga ikut menari. Ayo kita bergabung bersama mereka. Meriah sekali tempat inihebohlenggokkan kaki, tangan dan badanmu. Oh tunggu, aku mendengar bunyi sesuatu. Lanjutkan tarianmu dulu. Aku akan kembali, sesaat lagi.
Kawan, lihat. Aku kembali dengan buku-buku ini. Ada sejuta aksara yang ingin bergabung bersama kita. Bantu aku mendirikan panggung untuknya, dia butuh tempat yang lebih elegan untuk mempertunjukkan aksinya —berdongeng.
Ok, kita telah selesai Kawan. Bantu aku lagi untuk membuka lembaran buku-buku ini. Agar sejuta aksara dapat menari.
“Waw…” betapa hebatnya dongeng mereka. Kau cukup terhibur bukan? Mari kita berbincang dengan mereka.
“Hallo penghuni rumah ajaib. Kami berdua manusia. Senang bertemu dengan kalian” “Hallo", kami juga senang ada tamu di sini,” jawab mereka serentak.
“Dan terima kasih telah membebaskan aksara yang sudah terpenjara lama di buku itu,” ujar tuan Pena.
Kawan, kita telah kembali tepat di ranting yang tadi. Dia menjadi saksi lagi bahwa kita kembali dan aku bukan pendusta seperti yang kau katakan bukan?
            Kau ingat pesan tuan Pena? Dia akan tetap hidup untuk menciptakan jutaan aksara lainnya. Tapi dia hidup kalau tangan kita bisa menulis dan mencintai aksara yang tercipta.
Kawan, ini hanyalah khayalanku dalam menyusun aksara. Bangun!

Total comment

Author

Triana Irsyad

0   komentar

Posting Komentar

Cancel Reply